Mozaik 7 Blasteran Surga Berhati Neraka

“Kei, gue nginep di tempat lo dong ntar malem.”

Kunyahan Keilana terhenti. Ia menatap Dian untuk meminta penjelasan.

“Gue lagi kesel sama kakak gue. Males ngeliat mukanya.”

Kunyahan di waktu senja itu berlanjut. Keilana mengangguk sambil menyandarkan punggung di bangku taman kampus yang sepi. Meskipun mulutnya aktif menggiling makanan, tapi matanya bergerilya di segenap penjuru. Kelihatannya ia tengah mencari seseorang. Sayangnya, sosok yang ia cari tidak terlihat batang hidungnya.

Gadis itu menelan makanannya sebelum menyambar tumblr. Baru dua teguk, tiba-tiba….

BYUR!!!

Mata Keilana terpejam dengan pipi menggembung oleh air yang belum sempat tertelan. Kepala dan bajunya basah kuyup. Ia tertegun sesaat, menyadari ada seseorang menyiramnya dari belakang. Detik selanjutnya, ia menoleh dengan wajah kesal.

“Kak Biru?!” ucap Dian terkejut.

Pemuda si tersangka penyiraman itu tidak bereaksi apa-apa. Memandang Dian pun tidak. Ia hanya berdiri dengan tatapan dingin ke arah Keilana. Telunjuknya mengarah ke kening gadis itu. Mengusap perlahan dari kening, lurus ke bawah hingga menyentuh filtrum Keilana.

“Don’t make a mess with me, lil girl. You’ll regret it,” desis Biru kejam.

Sorot mata Keilana terlihat kian membenci Biru. Ia tidak paham apa yang Biru katakan, tapi ia bersumpah tidak akan membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan pemuda tidak waras itu! 

BRUUUPPHHHH!!!!!!

Semburan maut dari mulut Keilana menghantam wajah tampan paripurna Biru.

“Oh, my God!” pekik Dian shock.

Mata Biru melotot. Menatap Keilana dengan marah seakan ingin menelan bulat-bulat.

“Masalah lo apa sih?! Kenapa lo jahat ke gue?!”

Biru menatap Keilana dengan sorot mata tidak percaya. “Lo—“

“Apa?!” hardik Keilana galak mendekati Biru. Matanya ikut melotot. “Masih kurang?!”

“Berani banget lo ngelawan gue!”

Belum sempat Keilana menyahut, Dian keburu memegang lengannya.

“Kei, udah Kei…. Udah,” tahan Dian berusaha menarik gadis itu menjauh. Ia menatap Biru dengan senyum kecut. “Udah jangan dipikirin, ya. Dia lagi PMS.”

“Apa?! Siapa yang PMS?! Dia kali yang PMS!” sembur Keilana tidak terima.

Dian memberi isyarat diam melalui matanya. “Udah. Ikut gue.”

“Nggak mau! Gue mau siram dia!”

Biru melotot. “Lo berani sirem gue?!” 

“Nonjok muka lo aja gue berani!”

“Oh! Sini! Gue patahin tangan lo!” tantang Biru murka.

“Anak dakjal lo!”

“KEILANA!” bentak Dian jengkel yang membuat Keilana terdiam. Keningnya berkerut-kerut karena menahan kesal. “Stop. Oke? Kita pulang sekarang.”

Keilana menarik napas panjang. Ia melirik sejenak ke arah Biru yang terlihat sama marahnya dengan dia. Tatapan mata tajam Biru tidak membuatnya gentar. Sebelum benar-benar pergi, Keilana mempersembahkan satu kepalan tangan di udara untuk pemuda itu.

Suara pintu mobil yang terbanting singgah di gendang telinga Dian. Ia melirik Keilana yang duduk dengan ekspresi kesal. Rambut dan pakaian gadis itu masih basah yang membuat Dian menarik beberapa helai tisu.

“Nih,” ucapnya menyodorkan tisu. Ia menyalakan mobil. “Marahnya ke Kak Biru, lampiasinnya jangan ke mobil gue.”

“Maap…,” sahut Keilana manyun sambil mengeringkan wajahnya dengan tisu.

“Lo jangan cari masalah deh sama Kak Biru.”

Sontak Keilana menatap Dian dengan mata membulat.

“Gue cari masalah?! Lo nggak liat siapa yang nyiram gue duluan?!”

“Liat. Maksud gue, lo jangan terlalu ngelawan dia. Santai aja.”

“Kemaren-kemaren gue udah ngalah lho!”

Dian mengangguk-angguk dan mulai melajukan mobilnya. “Lo ngapain sih sampe dia iseng gitu ke elo? Perasaan baru kemaren lo minta tandatangan dia. “

“Tandatangan dia? Enggak lah! Ngapain gue minta tandatangan dia!”

Kalimat itu membuat Dian memutar bola matanya dengan malas.

“Kak Biru itu anak yang punya kampus. Dia adiknya Kak Riga,” ungkap Dian.

Mulut Keilana menganga. “Hah?! Serius lo?!” 

“Iya,” angguk Dian menambah kecepatan mobil. “Lo masih inget kan waktu itu gue pernah kasih clue. Anak pertama baik banget. Anak kedua kelakuannya kayak setan. Sekarang tau sendiri kan? Kak Riga baiiiik banget. Kalo Kak Biru… ya lo udah liat sendiri lah. Bener kan kayak setan?”

Seketika Keilana memijat kepalanya yang mendadak pening. Terlalu mengejutkan.

“Mati gue…,” gumam Keilana menunduk.

“Kenapa?”

Keilana mengangkat kepalanya. “Gue cerita ke Kak Riga kalo kelakuan Biru kayak setan.”

♪♫♪

Kelas hari ini baru selesai. Keilana memandang whiteboard dengan mata sayu. Demi pantat bulat Patrick Star, ia sangat mengantuk. Semalam ia terlalu asyik bicara dengan Dian hingga dini hari. Alhasil, hari ini mata keduanya menggelap karena kurang tidur. Jika Keilana masih sanggup menahan diri, tidak dengan Dian. Gadis semampai itu tidur dengan khusyuk di tengah perkuliahan. Seorang dosen tampan sempat menegur dan melemparkan pertanyaan. Sialnya, Dian bisa menjawab yang membuat dosen itu membiarkannya kembali bertualang ke alam mimpi.

Omong-omong, cerita semalam membuat hati Keilana sedikit patah.

Jadi begini….

Ddrrrttt!

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia merogoh benda itu dari dalam tas. Nama Kak Riga hadir di layar ponsel itu. Keilana menghela napas. Ia membiarkan panggilan itu hingga berakhir dengan sendirinya. Ia pikir, satu panggilan tidak terjawab cukup untuk membuat Riga berhenti menghubunginya.

Hipotesis yang salah.

Riga masih kembali menghubunginya. Untuk kedua kalinya, Keilana mengabaikan panggilan itu. Tingkah aneh Keilana membuat Dian melirik.

“Kok nggak diangkat?”

“Gue nggak enak,” sahut Keilana menyengir masam.

“Kenapa?”

“Gue udah cerita banyak soal jeleknya Biru. Abis gue lagi kesel waktu itu dijahatin dia.”

“Sejak kapan lo manggil dia Biru aja?”

“Sejak dia jahatin gue banget! Alergi gue manggil dia ‘kak’. Nggak ada pantes-pantesnya!”

“Ya, terserah,” ucap Dian datar. Ia melanjutkan, “Lo hati-hati, ya. Kak Biru pasti bakal isengin lo banget mulai hari ini. Gue nggak bisa bantu banyak. Walaupun kakak gue udah jadian sama dia, gue tetep nggak punya power buat nahan dia.”

Kata ‘kakak gue udah jadian sama dia’ membuat hati Keilana kembali bersuara.

Kreteeekkkk…. Kreteeekkkkk….

Sedikit patah. Tapi rasanya tetap menyesakkan. Ternyata kelakuan Biru yang kayak setan tidak membuat Keilana membencinya seratus persen. Masih ada bagian dalam dirinya yang menganggap Biru adalah pangeran, manusia impiannya. Sejahat-jahatnya Biru, ia masih tetap seorang penolong yang tampan bagi Keilana.

Mengenaskan. Senyum kecut menghiasi wajah Keilana dengan menyedihkan.

“Ntar malem gue nginep tempat lo lagi, ya?”

“Boleh,” angguk Keilana. Ia menyambar tas dan bangkit. “Gue mau bersihin ruangan organisasi dulu. Lo pulang duluan aja deh. Ngantuk banget keknya. ”

Dian mengangguk sembari menjulurkan tangan. “Kuncinya?”

Selepas serah terima kunci, keduanya berjalan gontai keluar dari kelas lalu berpisah arah. Keilana berjalan ogah-ogahan ke ruangan yang harus ia bersihkan. Sebenarnya lama kelamaan tugas itu jadi tidak terlalu berat karena kotornya sudah tidak terlalu menumpuk. Tapi perihal Biru yang ada hubungan khusus dengan kakaknya Dian membuat tenaga Keilana seperti tersedot sekian puluh persen.

Setiba di depan ruangan, ia menghela napas. Terhenti sejenak sebelum akhirnya membuka pintu. Ketika daun pintu terbuka lebar, bibirnya ikut menganga. Seketika ia terduduk di lantai dengan wajah memelas. Ia memandangi ruangan itu. Tanah tercecer di segala penjuru. Buku-buku tergeletak sia-sia di lantai. Posisi kursi dan meja berantakan. Dan yang paling menyebalkan, ada lumpur bekas jejak kaki di sana.

“Kenapa sih? Kenapaaa?!” keluh Keilana mengacak-ngacak rambutnya dengan frustasi.

Di kejauhan, sepasang mata dingin Biru mengawasi gadis itu. Satu seringai terukir kejam di wajah tampan paripurna itu. Dendam yang kemarin masih meletup-letup. Ditambah lagi jika ia mengingat ucapan Keilana soal kelakuannya yang seperti setan, plus video sialan itu. Sumpah demi apapun, rasanya Biru ingin menguliti Keilana hidup-hidup. Gadis tidak tahu malu itu pantas mendapatkannya! Ia bahkan jijik bisa satu kampus dengan sugar baby ayahnya.

“Aaaaa!!!” teriak Keilana kesal.

Hening terpecah saat lengkingannya melesat di udara. Beberapa mahasiswa terlihat terkejut, tapi itu tidak membuat mereka menghentikan kegiatannya. Mereka hanya terdiam sejenak, lalu kembali sibuk dengan dunianya. Sama seperti Keilana yang mau tidak mau sibuk dengan hukumannya.

Keilana menarik napas panjang berulang kali. Akhirnya dengan tekad tidak bulat dan semangat yang tidak berapi-api, ia mulai membersihkan ruangan itu. Tangan kurus itu mulai memunguti buku-buku yang berserakan. Dengan hati-hati, ia menata jendela dunia itu di rak. Kemudian ia menyapu dan menyerok tanah di lantai sebelum meminjam ember dan pel pada mas mas cleaning service yang baru.

“Buat apa, Mbak?” tanya Parjo.

“Bersihin dosa!” sahut Keilana ketus.

Ia berlalu dengan tatapan bertanya-tanya dari orang itu. Dengan bibir manyun, ia mengepel lantai. Fokus sekali ia membersihkan segalanya. Sampai-sampai ia tidak sadar ada seorang gadis cantik yang berdiri di depan pintu.

“Kei,” panggil gadis itu lembut.

Refleks Keilana menoleh. Sosok Zara yang memesona tersenyum padanya.

“Gue boleh masuk?” tanya Zara.

Keilana menggeleng. “Ntar dulu, Kak. Aku pel dulu.”

Kali ini Keilana mengepel dengan lebih cepat. Ia tidak mau Zara menunggu terlalu lama. Repot kalau Zara mengadu pada Biru. Yang ada, nanti hukumannya bertambah. Eh, tapi kalaupun dapat hukuman tambahan, Keilana bersumpah tidak akan peduli lagi. Toh masa orientasi sudah lewat. Biru tidak punya hak untuk menghukumnya lagi.

Bermenit-menit berlalu dan akhirnya hukuman hari itu selesai. Keilana mencuci tangan dan mengembalikan alat-alat kebersihan sebelum kembali ke ruangan itu.

“Udah boleh masuk, kan?” tanya Zara memastikan.

Keilana mengangguk. “Kenapa, Kak?”

Kepala Zara menggeleng. Ia menyodorkan satu cup boba drink ke hadapan Keilana.

“Buat aku?” Keilana bertanya dengan ragu.

“Iya. Tadi gue liat lo bersih-bersih. Mana kan kotor banget ruangan ini. Jadi gue beliin ini buat lo,” jelas Zara.

Bibir Keilana membulat. Masih dengan sedikit ragu, ia meraih boba drink dari tangan Zara sembari mengucapkan terima kasih. Ia menyedot minumannya dengan sedikit lirikan pada wajah kakak tingkatnya itu.

Cantik. Cantik banget. Mana baik lagi. Pantesan Biru suka….

“Kenapa?” senyum Zara geli melihat lirikan Keilana.

“Kak Zara cantik banget. Baik lagi,” jawab Keilana terang-terangan.

Jawaban itu membuat Zara menahan tawa. Ia ikut-ikutan menyesap minumannya sebelum melanjutkan, “Adek gue nginep di tempat lo, ya?”

“Iya, Kak.”

“Dia cerita aneh-aneh soal gue nggak?”

“Enggak, Kak. Cuma cerita kalo Kak Zara pacaran sama Biru.”

Bibir Zara melengkungkan senyuman cantik. “Gue cocok nggak sama Biru?”

“Cocok kok. Sama-sama cakep. Blasteran surga,” angguk Keilana kuat-kuat.

“Hhhh….”

Zara menghela napas. Ia masuk ke ruangan itu dan duduk manis di kursi. Ia datang ke situ bukan tanpa tujuan. Bukan sekadar membelikan boba drink untuk Keilana yang masih menjalani detensi dari Biru. Well, ada beberapa hal yang gadis itu ingin tahu. Tentu saja ini soal Keilana. Lebih tepatnya, tentang persoalan dunia gula-gulaan yang ia tuduhkan diam-diam pada Keilana.

“Gue sama Dian berantem biasa aja sih. Sama lah kayak kakak adek lain,” curhat Zara tanpa diminta. Ia memberikan isyarat agar Keilana duduk di dekatnya.

“Dia tuh kepisah lama sama gue. Ortu gue cerai. Gue ikut nyokap, dia ikut bokap di Bali. Terus dia pindah ke sini pas kelas 2 SMA. Makanya dia tinggal serumah sama gue dan nyokap,” lanjut Zara.

Keilana diam. Menyesap boba drink-nya dengan takzim sembari mendengarkan kisah Zara. Sebenarnya ia telah mendengarkan cerita itu dari Dian semalam. Tapi ya sudahlah…. Sejak awal kan Keilana pura-pura tidak tahu agar semuanya tetap aman terkendali dan tidak dicap bermulut ember.

“Gue tuh pengen banget bisa deket kayak yang lain. Iri gue liat postingan temen-temen di instagram yang bisa sibling goals gitu. Terus bikin video TikTok seru sama sister….”

“Bisa kok, Kak. Mungkin cuma butuh waktu aja.”

“Mungkin…. Gue harap nggak lama sih,” angguk Zara seraya mengambil ponsel dari saku. Ia terlihat mengecek sesuatu sebelum berkata, “Eh! Cerita soal lo dong!”

“Cerita apa, Kak? Hidupku gini-gini aja.”

Zara mengangkat bahu. “Apa kek…. Soal beasiswa lo? Atau kuliah lo mungkin. Lo masuk sini jalur beasiswa, ya?”

“Aku bingung jawabnya, Kak….”

“Loh? Kok bingung? Gimana sih emang?” selidik Zara semakin penasaran.

“Aku tuh dikuliahin sama Om Danu—“

“Om Danu??? 

“Om Danu itu yang biasa bantu bangun-bangun mushola di kampung aku, Kak. Dia nawarin aku kuliah. Terus pas masuk, nggak tau kenapa namaku masuk di daftar jalur beasiswa,” jelas Keilana yang membuat bibir Zara membulat.

“Terus sekarang lo tinggal di apartemen?”

“Iya. Om Danu yang minta aku tinggal di sana.”

Jiwa lambe turah cekrek cekrek hengpong jadul Zara kian terusik. Ia memperbaiki duduknya jadi lebih dekat dengan Keilana. Kalau dia sudah begitu, tandanya ia sangat antusias.

“Oh gitu…,” angguk Zara.

“Aku dulu tuh ngamen, Kak. Mana pernah mimpiin kuliah di kampus cakep gini. Dulu mau daftar kuliah di kedinasan, tapi duitku dipalak,” tutur Keilana kebablasan curhat. Ia tidak sadar tengah masuk dalam perangkap Zara.

“Ya ampun, Kei…. Untung banget ya lo ketemu Om Danu lo itu,” kata Zara menghela napas iba. “Btw, sekarang lo udah nggak ngamen dong?”

Keilana menggeleng. “Nggak dibolehin ngamen sama Om Danu.”

“Oh, I see…. Jadi lo juga dapet uang saku dari Om?”

Alhamdulillaah. Hehe….”

“Syukur deh.” Zara tersenyum lalu menghabiskan minumannya. Ia menyambung, “Gue nitip Dian, ya. Nggak tau deh sampe kapan dia bakal di tempat lo. Dia awet banget kalo ngambek.”

“Iya, Kak.”

Thanks, ya. Gue duluan. Bye.”

Gadis berambut brunette itu berbalik dan melenggang pergi. Senyumnya tersungging. Terlihat puas. Sangat puas. Mission completed. Sekarang ia punya bukti lebih kuat lagi untuk menahan Biru lebih lama dalam genggamannya.

Tiba-tiba langkahnya terhenti oleh kehadiran sosok Biru. 

“Lo ngapain sama Keilana? Siapa suruh kasih minuman ke dia?”

Zara mengangkat ponselnya di udara. Kemudian ia sibuk menekan sesuatu hingga Biru merasa ponselnya bergetar. Sebuah video candid dari Zara masuk di ponselnya. Gadis itu tersenyum miring. Tiba-tiba ia memeluk Biru. Rupanya ia membisikkan sesuatu yang membuat Biru terusik.

“Gue punya bukti lagi. Sekarang terserah lo mau apain tuh sugar baby-nya bokap lo.”

Tangan Biru mengepal.

1 thought on “Mozaik 7 Blasteran Surga Berhati Neraka”

  1. Pingback: Manoj Punjabi - BiruLana

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *